----- Original Message -----
From: budi
To: IP1991@yahoogroups.com ; communicationsIndonesia@yahoogroups.com ; iPerhumas@yahoogroups.com ; subang@yahoogroups.com ; karisma_honda@yahoogroups.com
Sent: Thursday, December 30, 2004 3:14 PM
Subject: Urang Subang - Fw: Aceh Updates: True Stories

 
----- Original Message -----
From: gatot
Sent: Thursday, December 30, 2004 12:04 PM
Subject: Aceh Updates: True Stories

Ini ada beberapa true story pasca gampa dan tsunami Aceh. Really touching...
 

 
Teman2,

Terima kasih untuk doa dan simpati kalian. Alhamdulillah adik saya Dody sudah kembali ke Jakarta semalam sekitar pukul 24.00.Ia cerita bahwa bersama 4 orang temannya semua dokter spesialis yang diperbantukan Depkes di RSUD Cut Nyak Dien Meulaboh, hari Sabtu pagi pergi ke Banda Aceh untuk berlibur dalam rangka libur Natal. Untuk pergi ke Banda Aceh mereka naik mobil dinas RSUD Meulaboh yaitu sebuah kijang yang biasa digunakan juga sbg ambulans. Rencananya mereka pulang hari Minggu siang kembali ke Meulaboh.

Tapi pagi hari sekitar jam 8 kurang terjadi gempa. Gempanya besar sekali dan lama. Saat itu adik saya masih tidur dan bersama teman2nya langsung kabur ke luar hotel. Saat gempa sudah agak mereda tidak terlalu kuat, adik saya nekat masuk kamar hotel lagi untuk mengambil barang2nya dan hpnya yg tertinggal. Kemudian dia menelpon saya. Saat ditelpon dia memperdengarkan suar gemuruh yang sanagt keras. Mulanya saya kira ada perang antara GAM dan TNI. Ternyata itu bunyi gempa, tanah merekah dan bagunan2 serta tower2 yang runtuh. Dia juga bilang bahwa dia ada di Banda Aceh sedang berlibur. Saat itu kami kakak2nya (dia adik bungsu saya) sempat memarahinya karena ada gempa tapi dokternya lagi jalan2. KAmi menyuruh dia kembali ke Meulaboh. Dia sempat bilang bahwa nggak mungkin kemabli ke Meulaboh karena jalanan terputus. Lalu kami pesan dia supaya berhati2 & terus menyebut asma Alloh.

Setelah itu saya sempat sms ke Metro TV dengan menyertakan no. HP adik saya. Tapi rupanya hubungan telepon terputus. Menurut Dody setelah hubungan dengan kami terakhir yaitu sekitar pukul 8.46 WIB, rupanya Tsunami mulai datang dan menghancurkan prasarana di Banda Aceh. Tapi karena dia ada di pusat kota Banda Aceh, mulanya dia kira air yang tiba2 menggenangi jalanan adalah akibat pipa PAM yang pecah. Tapi dari arah pantai banyak orang berhamburan menuju pusat kota, sambil berteriak "air bah". Kecepatan air meningkat dengan cepat. Dody sempat membuat video klip via HPnya. Ada 3 klip @ 5 menit yang sempat dia buat sebelum baterainya drop. Dengan mengendarai ambulans dia mengikuti arus pengungsi ke arah dataran yang lebih tinggi. Sebab mereka ber 5 adalah dokter yang baru 2 minggu ditempatkan di Meulaboh. Jadi dimana dan kemana harus pergi di wilayah Banda Aceh tentu saja mereka tidak tahu. Salah satu temannya yang dokter bedah memutuskan untuk berpisah, karena mau menc ari famili nya yang di RS Kesdam sekaligus memberikan bantuan tenaganya, Dody dan ketiga temannya yang lain meneruskan perjalanan. Beberapa saat mendaki dia melihat antrian mobil yang ada bbrp ratus meter dibelakang mobilnya sudah mulai terangkat air.  Dia sendiri tidak tahu bagaimana nasib temannya yang dokter bedah itu.

Sampai di suatu daerah yang cukup tinggi yaitu kalo ga salah daerah Ulung Kruet, dia melihat ada satu Puskesmas yang penuh dengan ratusan korban gempa. Mereka mampir ke puskesmas yang ternyata tidak ada dokternya, karena sang dokter sedang liburan ke Sabang. Yang menunggu Puskesmas hanya seorang penjaga apotik. Lalu mereka berempat memutuskan untuk berhenti dan membantu disana. Sampai Senin pagi ratusan korban hanya ditangani oleh 4 orang dokter yang bukan dokter bedah, saat itu persediaan obat, perban, benang dan jarum sudah habis semua. Sampai obat pusingpun habis. Lalu karena selama menolong korban mereka tidak makan dan istirahat, mereka berempat memutuskan pergi ke Blang Bintang untuk minta bantuan ke Medan. Mereka terpaksa jalan kaki dan menumpang2 mobil, karena ambulans mereka dipinjam polisi untuk mengangkut korban.

Sampai di blang bintang mereka tidak bisa membeli ticket karena uangnya tidak cukup, sementara credit card tidak diterima akibat tak ada listrik & telepon. Untung ada seorang tionghoa yang mau meminjamkan uang pada mereka sebesar Rp 900 ribu. Akhirnya mereka bisa tiba di Medan, dan membayar orang tersebut dengan mengambil uang dari ATM. Sampai di Medan mereka melapor ke Depkes untuk memberitahu keberadaan mereka, dan mereka diperintahkan untuk pulang ke Jakarta, karena harta yang mereka bawa hanyalah baju yang melekat di badan mereka. Pakaian yang cuma 2 potong yang mereka bawa ke Banda Aceh sudah mereka berikan pada korban yang ada di Ulung Kruet. Ticket ke Jakarta, Semarang dan Surabaya (karena 2 dari mereka asal Surabaya & Semarang) mereka beli dengan credit card.

Begitu tiba di rumah saya sekitar pk 00.30 WIB. Kebetulan Metro TV sedang acara Midnight Live yang membahas topik Gempa Aceh. Setelah bercerita pada kami, saya tanya pada adik saya apa dia mau menceritakan kondisi Banda Aceh pada pemirsa Metro TV karena pemberitaan TV kan cuma dari Lhokseumawe saja. Dia bersedia. Setelah berhasil mengubungi Metro TV, adik saya diwawancara penyiarnya. Ternyata ketegaran Dody runtuh, saat menceritakannya sambil menangis. Saya baru sekali melihat adik saya menangis. Saat ini Dody tampaknya sudah lebih bisa mengendalikan diri. Pagi tadi ia sudah melaporkan diri ke Depkes di Jakarta. Cerita detailnya Insya Alloh akan diceritakan lagi oleh Dody melalui wawancara langsung di studio Metro TV dalam acara Midnight Live  jam 24.00 malam ini, sekaligus menayangkan hasil shootingnya sesaat setelah gempa dan saat air mulai naik. Metro katanya sih akan menjemput dia.

Hikmah yang bisa diambil oleh keluarga kami dan khususnya Dody adalah bahwa Qodar Alloh itu memang benar adanya. Dody sebetulnya kan dokter di Meulaboh, tapi dia bisa selamat karena sedang berlibur ke  Banda Aceh. Coba kalau dia tidak pergi ke Banda Aceh, mungkin kami sudah tidak akan bertemu lagi dengan Dody, mengingat Meulaboh yang kini telah rata dengan tanah sehingga tak dapat diberitakan.

Selain itu semula Dody dkk mau menginap di sebuah hotel yang katanya paling megah di Banda Aceh, saya lupa namanya. Tapi karena sesuatu hal mereka tidak jadi menginap di hotel tsb, yang pada saat terjadi gempa hotel tsb malah runtuh. Dengan korban yang cukup banyak. Sementara hotel Sultan tempat Dody, dkk menginap hanya retak-retak saja.

Begitulah cerita yang bisa saya sampaikan, mari kita sama2 memanjatkan doa "Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun. Allohumma Jurni fii musiibati wa akhliflii khoiru minha"; Sesungguhnya Kami adalah milik Alloh dan kami orang2 yang kembali kepada Alloh. Ya Alloh berilah kami pahala di dalam musibah yang kami hadapi dan berilah gantinya yang lebih baik dari musibah itu.


Salam,
Tyo
Kom UI'80  
SMP Tar-Q 74-76

NB: Baru saja saya ditelepon Dody wawancara dia dimajukan pada jam 18.00 tapi nggak tahu ditayangkan kapan. Pokoknya panteng aja Metro TV. Bukan promosi lho!

----- Original Message -----
From: abidien
Sent: Wednesday, December 29, 2004 9:34 PM
Subject: Re: [jurnalisme] ACEH UPDATE - Pengungsi Ditarif Mahal Untuk Naik Hercules?

Kabar ini mungkin ada benarnya. Saat saya naik hercules dari Timor-Timur pasca jajak pendapat bersama pengungsi, saya dan para penumpang (anggota TNI/polri ditarik lebih murah dan ada yang tidak bayar) ditarik uang Rp. 600 ribu/per orang. Padahal saat itu saya harus berdiri selama 5 jam untuk menuju Lanud Abdurrahman Saleh, Malang. Jika tidak bayar, ya jangan harap diangkut.
 
 Jika di Aceh seperti itu, segera saja diberitakan.
 
za
 
----- Original Message -----
From: rizanul arifin
To: jurnalisme@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, December 29, 2004 5:05 PM
Subject: Re: [jurnalisme] ACEH UPDATE - Pengungsi Ditarif Mahal Untuk Naik Hercules?

Tolong carikan informasi lanjut tentang informasi yang saya peroleh dari beberapa teman etnis tionghoa yang ngungsi dari Aceh. Salah satu dari mereka mengaku ke teman saya, bahwa biaya untuk terbang dari dan ke Aceh dengan Hercules sangat mahal.

Sayang teman saya itu tidak tahu berapa biaya yang dibayarkan kawannya itu ke oknum yang nakal.

Menurut salah seorang korban yang sempat di evakuasi ke Medan, mereka ditarik biaya Rp 200 ribu. Selain itu akan sangat sulit ikut terbang dengan Hercules jika tidak memiliki kolega di kalangan TNI AU maupun AD.

 

----- Original Message -----
Sent: Wednesday, December 29, 2004 5:55 PM
Subject: [jurnalisme] Banyak Warga yg Tak Tahu ada Bantuan

Hari ini saya berkeliling dari arah Lhokseumawe menuju Bireun. Di jalan, tepatnya di Kec Muara Batu secara tiba2 ribuan warga tumpah ruah ke jalan. Rupanya ada isu banjir susulan. Warga panik dan berusaha mencari lokasi yang aman. Saat asyik meliput, ternyata puluhan orang sudah masuk ke dalam mobil kru. Mau tidak mau, saya perintahkan supir membawa mereka dulu. Setelah supir datang kami berbalik arah menuju Lhoks lagi. Baru 100 meter jalan tiba2 ada seorang ibu2 yang baru melahirkan sedang sekarat di tepi jalan. Mereka menyetop mobil dan minta tolong ibu itu dibawa. Supir kembali kami suruh mengantarkannya.

Setelah supir balik, kami mendapat info bahwa si ibu dibawa ke sebuah klinik bidan yang berada dalam kondisi darurat. Kami sepakat menuju kesana untuk melihatnya. Benar saja, klinik itu ada di desa pintu makmur, dekat dari bandara Malikussaleh, berada di sebuah sekolah.

Karena takut gempa susulan, para ibu yang melahirkan ditempatkan di sebuah pondok darurat. Ibu bidan bernama Wartawati (kebetulan namanya akrab dengan kita) mengaku sudah membidani 15 bayi selama gempa ini. Bahkan saat terjadi gempa ia sedang membantu persalinan 6 orang bayi. Ke enam ibu saat itu terpaksa melahirkan di lapangan karena semua warga diminta keluar rumah. Dalam kondisi darurat mereka menolong ibu-ibu itu.

Saat ini, ibu yang baru melahirkan masih ada yang bertahan di dalam pondok darurat itu. Mereka ditemai keluarga masing-masing. Dan, makan mereka semua ditanggung oleh si bidan yang mengaku sudah 7 tahun kerja belum mendpaat rezeki diangkat menjadi PNS. Ia sendiri yang baru melahirkan 2 bulan lalu saat ini harus sibuk membantu sesama.

Menurut saya, orang seperti ini juga layak mendapat bantuan. Sampai sekarang, ibu bidan inimembiayai sendiri semuanya. Dan ia luput dari perhatian karena lokasinya jauh dan tersembunyi di dalam sebuah sekolah dasar, SD 8 Muara Batu.


Denny S. Batubara
Reporter Metro TV di Medan
dennysb.multiply.com